MANADO, SUARADEWAN.com — Ragam tanggapan muncul di kalangan masyarakat Sulawesi Utara terkait seberapa penting penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar di Sulawesi Utara.
Hal ini menjadi topik pembicaraan menyusul Provinsi Gorontalo yang bertetangga langsung dengan provinsi Sulawesi sudah menerapkan PSBB, padahal jika dibandingkan dengan kasus yang ada di Sulawesi Utara, Provinsi Gorontalo masih tergolong rendah ODP dan PDP Covid-19.
Data terakhir menyebutkan total kasus positif covid-19 di Sulut sebanyak 45 kasus, 15 Sembuh, 4 orang meninggal dan 56 PDP Meninggal dunia.
Lewat Forum Diskusi Online (Sabtu, 20/5) yang dimoderatori Juhaidy Rizaldy Roringkon, SH (Asisten Dosen Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi), sekelompok pengacara muda yang tergabung dalam Firma Hukum Pranoto and Partners dan PAS Law Office membahas seberapa penting penerapan PSBB, khususnya di Sulawesi Utara.
“Diskusi kali ini sebagai bentuk kajian kritis terhadap kebijakan Pemprov Sulut yang mengeluarkan Peraturan Gubernur tentang Optimalisasi penanganan Covid-19 di Sulawesi Utara yang sebenarnya muatannya hampir sama dengan ketentuan yang berada di dalam konsep PSBB itu sendiri,” kata Krisdianto Pranoto saat membuka diskusi online.
Terlibat juga dalam diskusi tersebut, Anggota DPD RI Dapil Sulawesi Utara Ir. Hi. Djafar Alkatiri menyampaikan jika Penerapan PSBB di Sulawesi Utara sudah sangat penting, mengingat beberapa daerah di Sulut sangat rentan untuk penyebaran Covid-19 yaitu Kota Manado. Kota Tomohon, dan Kotamobagu.
“Konsep PSBB ini mempunyai landasan hukum yang jelas, serta konsep PSBB ini masyarakat tetap bisa beraktivitas tetapi dibatasi sesuai dengan pengertian PSBB itu sendiri, sehingga hal yang paling terpenting dalam penerapan PSBB perihal kebutuhan dasar yang harus dipenuhi oleh pemerintah daerah,” kata Djafar.
Agak berbeda dengan Djafar, dr. Fikri Suadu (Direktur Indonesian Hospital Watch) tidak mempermasalahkan antara mau PSBB atau tidak PSBB, menurutnya hal yang paling terpenting adalah rapid test sebagai langkah kongkrit untuk penanganaan memutus mata rantai cobid19 di Sulut.
“Mau PSBB atau tidak, yang terpenting adalah rapid test, kepada seluruh masyarakat yang ada di Sulut. Sehingga bisa dilakukan cluster pemisahan antara yang positif dan negatif,” kata Fikri.
Hal yang juga mengemuka dalam diskusi online ini adalah terkait landasan hukum penerapan PSBB, dimana disebutkan jika terdapat rumusan kontroversial terhadap perppu penanganan pandemi covid-19 oleh pemerintah, karena dianggap dapat membuka celah korupsi.
“Dalam perppu Corona Pasal 27 ayat 1 memungkinkan terjadinya potensi tindak pidana korupsi. Karena dalam pasal itu disebutkan biaya yang dikeluarkan pemerintah selama penanganan pandemi Covid-19 termasuk di dalamnya kebijakan bidang perpajakan keuangan daerah dan pemulihan ekonomi nasional bukan merupakan kerugian negara,” kata Isyana yang juga turut terlibat dalam diskusi online tersebut.
Dari sisi pandangan hukum, Putra Akbar Saleh berpandangan jika Sulawesi Utara sudah wajib hukumnya untuk menerapkan PSBB.
“Provinsi Sulut sudah wajib hukumnya untuk menerapkan PSBB, peraturan perundang-undangannya telah tersedia serta penerapan konsepnya telah jelas dan nyata sebagai strategi memutus mata rantai penyebaran Covid 19,” kata Akbar.
Dari aspek hukum, menurut Sonny Udjaili Provinsi Sulawesi Utara tidak memerlukan PSBB, karena dengan adanya pergub tentang Optimalisasi penanganan Covid-19 di Sulawesi Utara sudah cukup, karena secara garis besar semua konsepnya sama hanya dengan peristilahan yang berbeda-beda.
“UU Kekarantinaan Kesehatan, Kepres tentang penetapan status darurat kesehatan masyarakat, PP tentang PSBB, serta Permenkes tentang pedoman PSBB secara garis besar muatannya sama tentang konsep PSBB dan sudah sejalan dengan Pergub, sehingga PSBB tidak diperlukan lagi. Sudah cukup dengan Pergub,” kata Sonny.
Sehingga pada akhir diskusi, disampaikan bahwa ada kewajiban serta kewenangan pemerintah yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangn yang telah untuk menerapkan PSBB di Sulut dengan kriteria yang ada, dan yang terpenting adalah tidak terjadinya pelanggaran hukum dalam upaya Optimalisasi penanganan Covid-19.
“Kesehatan masyarakat penting, dan penegakan hukum juga penting, sehingga jangan sampai ada permasalahan hukum yang muncul di kemudian hari, seperti perihal stimulus keuangan negara guna melakukan penanganan covid-19 merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan dengan penetapan darurat kesehatan masyakat yang telah ditetapkan presiden berasaskan iktikad baik tidak bisa dituntut secara pidana, perdata dan keputusannya tidak bisa digugat di PTUN sendiri,” kata Krisidanto selaku Manager Partning P&P menutup diskusi.
Pada Akhirnya, kita semua berharap kita semua kuat dalam menghadapi covid-19 cepat berlalu dan tetap mengikuti anjuran pemerintah dan selalu berdoa kepada Tuhan Yang Maha Esa. (red)
Sumber berita:
COMMENTS