HomeKlinik Hukum

KAJIAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PENIPUAN SECARA ONLINE

KAJIAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PENIPUAN SECARA ONLINE

Semakin berkembangnya era teknologi dan globalisasi saat ini menjadi pendorong berkembangnya teknologi informasi. Perkembangan teknologi informasi ini telah merebak di seluruh dunia, tidak hanya di negaranegara maju tetapi mencapai negara berkembang termasuk Indonesia.

Hal tersebut menjadikan teknologi informasi memiliki kedudukan penting bagi kemajuan suatu negara. Kebutuhan masyarakat di dunia juga semakin berkembang sehingga teknologi informasi memegang peranan penting di masa kini maupun di masa yang akan datang. Teknologi informasi membawa keuntungan dan kepentingan yang besar bagi negara-negara di dunia khususnya Indonesia (Budi Agus Riswandi, 2003:1).

Teknologi informasi dianggap sangat penting dalam memacu pertumbuhan kepentingan dunia khususnya di bidang ekonomi. Hal ini karena dengan berkembangnya teknologi informasi dapat menciptakan kemudahan diberbagai aspek terutama dalam transaksi bisnis seperti perdagangan secara online. Memanfaatkan media elektronik untuk melakukan perdagangan sering disebut dengan electronic commerce atau disingkat e-commerce.

Perkembangan teknologi informasi juga memberikan dampak lain seperti munculnya kejahatan baru yang sering kita sebut dengan cybercrime. Definisi tentang cybercrime lebih bersifat pada kejahatan umum yang memiliki karakteristik dilakukan oleh pihakpihak yang menguasai penggunaan teknologi informasi seperti internet dan seluler. Salah satu tindakan kejahatan dengan memanfaatkan media online yaitu penipuan.

Secara hukum, baik penipuan secara online maupun konvensional dapat diperlakukan sama sebagai delik konvensional yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Secara umum pengaturan suatu tindak pidana penipuan terdapat dalam Pasal 378 KUHP. Pasal ini tidak spesifik mengatur tentang penipuan dalam online, melainkan mengatur penipuan secara keseluruhan (dalam bentuk pokok).

Pasal 378 KUHP mengatur tentang tindakan yang dimaksudkan untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan menggunakan nama atau martabat palsu, dengan tipu muslihat atau dengan kebohongan untuk menyerahkan sesuatu yang bernilai kepadanya, maka diancam karena melakukan tindakan penipuan dengan pidana paling lama 4 (empat) tahun.

Secara khusus tindak pidana kejahatan yang berkaitan dengan Informasi dan Transaksi Elektronik telah diatur melalui Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang selanjutnya UU ini diubah dengan Undang-undang.

Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang kemudian disebut Perubahan UU ITE. Dalam UU ITE tidak dijelaskan secara spesifik mengenai penipuan, hal ini dapat dilihat dengan dari tidak adanya penggunaan proposisi ‘penipuan’ di dalam pasal-pasalnya.

Tindak pidana penipuan erat kaitannya dengan perlindungan konsumen. Perlindungan yang diberikan Pasal 28 ayat (1) hanya kepada pihak yang merugi yang memiliki kedudukan sebagai konsumen. Manakala yang mengalami kerugian tidak memiliki kedudukan sebagai konsumen atau berada di luar hubungan produsen dan konsumen, Pasal 28 ayat (1) tidak dapat dikenakan (Anton Hendrik S,2019:67).

Berdasarkan Kaspersky Lab di 26 (dua puluh enam) negara, Indonesia merupakan salah satu negara dengan korban penipuan online terbesar di dunia. Tercatat sebanyak 26 persen konsumen di Indonesia pernah menjadi korban penipuan secara online. Kondisi ini menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara dengan jumlah korban penipuan online terbesar di dunia (Iskandar, http://m.liputan6.com/tekno/ read/2883901/26 akses 28 Agustus 2019 ).

Pemerintah dalam kondisi berkontribusi dalam memberikan rasa aman dalam transaksi online. Melalui Kementrian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), pemerintah mengatur setiap pelaku usaha yang bergerak di sektor e-commerce agar melakoni sertifikasi.

Poin utama dari sertifikasi ini adalah mengatur mengenai data center perusahaan ecommerce yang harus berlokasi di Indonesia. Perusahaan e-commerce juga harus menggunakan domain asli Indonesia yaitu (dot)id. kebijakan tersebut diklaim agar memudahkan penelusuran, ketika terjadi kejahatan cyber atau penipuan dalam transaksi internet.

Aturan ini digunakan untuk mencegah dalam perdagangan secara online, sehingga masyarakat semakin percaya dengan industri e-commerce (Ardyan Mohamad,https://www.merde ka.com/uang/cara-pemerintah-minimal isirpenipuan-bisnis-online.html akses 5 September 2019).

Terdapat beberapa tindakan yang mampu dilakukan untuk mencegah serangan penipuan berbasis internet yaitu:

  1. Meningkatkan awareness (kesadaran) organisasi tentang ancaman siber; 
  2. Menerapkan standar keamanan informasi siber keseluruhan organisasi;
  3. Melatih SDM menguasai keahlian pengamanan siber secara berkelanjutan;
  4. Menerapkan arsitektur sistem dan layanan yang aman dan update periodik;
  5. Memiliki kemampuan pencegahan, mitigasi dan remediasi serta audit.

Berdasarkan pada uraian dalam hasil penelitian dan pembahasan di atas maka dapat dirumuskan suatu kesimpulan bahwa pengaturan mengenai tindak pidana penipuan secara umum diatur dalam pasal 378 KUHP, dan untuk memperkuat dasar hukum dapat diakomodir melalui Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Sebagai Undang undang yang bersifat khusus, UU ITE setidaknya menjadi pedoman dan dasar hukum bagi anggota masyarakat dalam menjalankan aktivitas di dunia online. UU ITE juga memiliki kaitan terhadap beberapa pasal-pasal yang diatur dalam KUHP yang bertujuan untuk memudahkan penyelesaian suatu perkara terkait dengan penipuan online.

Mengingat perkembangan teknologi informasi yang semakin pesat, undangundang diharapkan sebagai ius constituendum yaitu sebagai peraturan perundang-undangan yang akomodatif terhadap perkembangan serta antisipatif terhadap permasalahan, termasuk dampak negatif dari kemajuan teknologi. Upaya penanggulangan terjadinya tindak pidana penipuan secara online dilakukan dengan upaya preventif (non penal) dan represif (penal).

Upaya represif dalam hal ini diatur berdasarkan Pasal 28 Ayat (1) UU ITE dan dalam pasal 378 KUHP. Sedangkan upaya preventif dilakukan dengan pencegahan supaya tindak pidana pencurian dapat diminimalkan.

Sumber Artikel: 

https://media.neliti.com/media/publications/295495-kajian-hukum-terhadap-tindak-pidana-peni-62a62da4.pdf

COMMENTS

WORDPRESS: 0
DISQUS: 0
Open chat
Chat