HomeIsu Hangat

Bolehkah Kepala Daerah Merangkap Jabatan Sebagai Menteri?

Bolehkah Kepala Daerah Merangkap Jabatan Sebagai Menteri?

Kepala daerah merupakan unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom.[1] Dalam hal ini, kepala daerah diberi mandat rakyat untuk melaksanakan urusan pemerintahan yang diserahkan kepada daerah.[2]
Sedangkan menteri negara (“menteri”) adalah pembantu presiden yang memimpin kementerian.[3]

Baik kepala daerah seperti gubernur, bupati, dan/atau walikota, maupun menteri merupakan pejabat negara sebagaimana diatur dalam Pasal 122 huruf j, l, dan m Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (“UU 5/2014”).

Larangan Rangkap Jabatan oleh Pejabat Negara
Pada dasarnya, pejabat negara, termasuk kepala daerah dan menteri, dilarang merangkap jabatan sebagai pejabat negara lainnya.
Pasal 76 ayat (1) huruf h UU 23/2014 mengatur bahwa kepala daerah dan wakil kepala daerah dilarang merangkap jabatan sebagai pejabat negara lainnya sebagaimana ditetapkan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.

Bagi kepala daerah yang diberi tugas dalam jabatan tertentu oleh Presiden yang dilarang untuk dirangkap menurut ketentuan peraturan perundang-undangan dan/atau melanggar larangan bagi kepala daerah untuk tidak merangkap jabatan sebagai pejabat negara lainnya, yang bersangkutan diberhentikan dari jabatannya.

Larangan yang sama juga berlaku untuk menteri. Pasal 23 huruf a UU 39/2008 juga melarang menteri untuk merangkap jabatan sebagai pejabat negara lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Dalam hal ini, menteri diberhentikan dari jabatannya oleh presiden apabila melanggar ketentuan rangkap jabatan tersebut.[5]
Dengan demikian, menjawab pertanyaan Anda, secara hukum baik kepala daerah maupun menteri dilarang merangkap jabatan sebagai pejabat negara lainnya. Hal ini berarti kepala daerah dilarang merangkap jabatan sebagai menteri dalam waktu yang bersamaan. Apabila melanggar, maka baik kepala daerah maupun menteri diberhentikan dari jabatannya.
Mekanisme Pemberhentian Kepala Daerah

Berdasarkan pertanyaan Anda, kami asumsikan bahwa yang Anda maksud dengan ‘kepala daerah aktif’ yaitu kepala daerah yang masih berstatus aktif sebagai kepala daerah dan belum melepaskan jabatan kepala daerah yang dimaksud. Dalam pertanyaan telah diberi tugas dalam jabatan tertentu oleh presiden yang dilarang untuk dirangkap menurut ketentuan peraturan perundang-undangan. Selain itu, kepala daerah tersebut juga melanggar larangan bagi kepala daerah untuk tidak merangkap jabatan sebagai pejabat negara lainnya. Yang mana, kedua hal tersebut merupakan alasan yang dapat dijadikan dasar untuk memberhentikan kepala daerah yang bersangkutan sebagaimana yang kami jelaskan sebelumnya.

Adapun mekanisme pemberhentian kepala daerah yang melanggar larangan rangkap jabatan adalah sebagai berikut:
  1. Pemberhentian kepala daerah diusulkan kepada presiden untuk gubernur serta kepada menteri dalam negeri untuk bupati atau wali kota berdasarkan putusan Mahkamah Agung (“MA”) atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (“DPRD”) bahwa kepala daerah tersebut melanggar larangan rangkap jabatan.[6]
  2. Pendapat DPRD tersebut diputuskan melalui rapat paripurna DPRD yang dihadiri oleh paling sedikit 3/4 dari jumlah anggota DPRD dan putusan diambil dengan persetujuan paling sedikit 2/3 dari jumlah anggota DPRD yang hadir.[7]
  3. Pendapat tersebut kemudian diperiksa, diadili, dan diputus oleh MA paling lambat 30 hari setelah permintaan DPRD diterima oleh MA.[8]
  4. Apabila MA memutuskan bahwa kepala daerah yang bersangkutan terbukti melanggar larangan bagi kepala daerah, maka pimpinan DPRD menyampaikan usulan kepada presiden untuk memberhentikan gubernur atau kepada menteri dalam negeri untuk pemberhentian bupati atau wali kota.[9]
  5. Presiden wajib memberhentikan gubernur,[10] dan menteri dalam negeri wajib memberhentikan bupati atau wali kota[11] paling lambat 30 hari sejak menerima usul pemberhentian dari pimpinan DPRD.

Jika DPRD tidak melaksanakan mekanisme tersebut, maka pemberhentian kepala daerah dilakukan oleh pemerintah pusat.[12] Dalam hal ini, pemerintah pusat melakukan pemeriksaan terhadap kepala daerah untuk menemukan bukti-bukti pelanggaran yang dilakukan.[13] Nantinya, hasil pemeriksaan tersebut akan disampaikan oleh pemerintah pusat kepada MA untuk mendapat keputusan tentang pelanggaran yang dilakukan oleh kepala daerah.[14] Apabila MA memutuskan bahwa kepala daerah yang bersangkutan terbukti melakukan pelanggaran, maka pemerintah pusat akan memberhentikannya.[15]

Dasar Hukum:
[2] Angka 2 Penjelasan Umum UU 23/2014
[4] Pasal 78 ayat (2) huruf e dan g UU 23/2014
[5] Pasal 24 ayat (2) huruf d UU 39/2008
[6] Pasal 80 ayat (1) huruf a UU 23/2014
[7] Pasal 80 ayat (1) huruf b UU 23/2014
[8] Pasal 80 ayat (1) huruf c UU 23/2014
[9] Pasal 80 ayat (1) huruf d UU 23/2014
[10] Pasal 80 ayat (1) huruf  e UU 23/2014
[11] Pasal 80 ayat (1) huruf  f UU 23/2014
[12] Pasal 81 ayat (1) huruf c UU 23/2014
[13] Pasal 81 ayat (2) UU 23/2014
[14] Pasal 81 ayat (3) UU 23/2014
[15] Pasal 81 ayat (4) UU 23/2014
Sumber artikel:

COMMENTS

WORDPRESS: 0
DISQUS: 0
Open chat
Chat